Apakah bahasa Inggrisnya masjid? Kamu pasti akan menjawab, "Mosque!"
Apakah kamu tahu mengapa masjid bisa disebut mosque dalam bahasa
Inggris?
Mungkin banyak yang belum mengetahuinya. Kayaknya ada hubungannya dengan
nyamuk, ya kan? Mosque hampir sama dengan mosquito alias nyamuk dalam
bahasa Inggris. Ya, dugaan kita betul, dan ternyata kata itu mengandung
penghinaan terhadap umat Islam. Mosquito alias nyamuk sebenarnya berasal
dari bahasa Spanyol.
Mengapa masjid diberi nama comotan dari nyamuk?
Begini sejarahnya: Saat Perang Salib terjadi, Raja Ferdinand berkata
bahwa mereka akan berangkat dan membasmi orang muslim "like mosquitoes"
("seperti nyamuk-nyamuk"). Maka, di mana lagi mereka dapat menemukan
muslim dalam jumlah yang cukup besar dan berkumpul untuk dibasmi jika
bukan di masjid?
Maka sejak itulah, masjid dikenal dengan sebutan "mosque" alias tempat
berkerumunnya 'nyamuk' yang siap dibasmi. Informasi ini terdapat dalam
buku The Complete Idiot's Guide to Understanding Islam.
Seorang muslim bernama Haritha menyebarkan info ini di internet. Ia
meminta agar kaum muslim tidak menyebut masjid dengan mosque lagi karena
asal-usul penamaan itu.
"Dan marilah kita ganti kata itu dengan kata yang seharusnya: Masjid!
Tempat untuk Bersujud!! Bukan Mosque: tempat pembasmian!" begitu
tulisnya dalam emailnya.
Wallahu a'lam. Benarkah asal-usul nama ini? Benar atau tidak, Allah
telah menamakan tempat untuk beribadah kepada-Nya sebagai masjid. Dan
inilah yang harus kita gunakan karena inilahg nama yang telah Allah
berikan.
(Majalah El Fata / http://abuabdurrahmanalhanif.blogspot.com/2012/01/masjid-bukan-mosque.html)
SUMBER :
http://fadhlihsan.blogspot.com/
Selasa, 30 Oktober 2012
ISLAM, Awalnya Asing dan Akan Kembali dalam Keadaan Asing
At Tauhid edisi III/01
Oleh: Satria Buana
Sesungguhnya umat islam telah terdampar
di persimpangan jalan, mereka hidup dalam kesengsaraan yang tidak pernah
disaksikan oleh sejarah islam, telah berlalu banyak krisis dan bencana
yang silih berganti. Hal ini dikarenakan umat islam sekarang berada pada
kondisi yang lemah dan jauh dari syariat Allah Ta’ala yang
kokoh. Akibatnya kita dapatkan kaum muslimin sekarang kehilangan
sebagian negeri atau harta mereka. Mereka hidup dalam keadaan bimbang,
keguncangan, ketakutan dan rasa was-was.
Islam datang pada masa jahiliyah dalam
keadaan asing, dan telah datang masanya di mana islam saat ini dirasakan
asing oleh pemeluknya. Sungguh benar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Sesungguhnya
Islam dimulai dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana
awalnya, maka thuuba (beruntunglah) orang-orang yang asing” (HR Muslim).
Makna Asing
Definisi asing dalam hadits di atas
bukanlah mutlak diberikan bagi seorang yang tampil beda di tengah
masyarakatnya. Akan tetapi, asing di sini bermakna seorang muslim yang
melaksanakan syariat Islam dengan benar ketika masyarakat melupakannya.
Ketika ia melaksanakannya, masyarakat di sekitarnya mengingkarinya
bahkan menentangnya. Makna asing di sini dijelaskan dalam hadits lain
bahwasanya mereka adalah, “orang-orang yang berbuat kebajikan ketika
manusia rusak”, dan dalam riwayat lain mereka adalah, “orang-orang
shalih di antara banyaknya orang-orang yang buruk, orang yang
menyelisihi mereka lebih banyak dari yang mentaati mereka”.
Makna Thuuba
Thuuba dalam hadits di atas
ditafsirkan secara berbeda, sebagian ulama menafsirkannya dengan nama
pohon di surga, sebagian mengatakan ia adalah kebaikan yang banyak,
sebagian mengatakan ia adalah surga. Akan tetapi, semua makna tersebut
adalah benar. Seorang muslim yang teguh di atas agamanya, berpegang pada
tuntunan Nabinya yang suci di saat manusia sudah melupakan tuntunan
tersebut, walaupun dia dicela, dihina, diasingkan karena melaksanakan
agama Allah maka Dia akan menyiapkan baginya kebaikan yang sangat
banyak.
Ahlussunnah adalah Kelompok Terasing
Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang
menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah dalam seluruh perkara, baik dalam
ibadah, perilaku, dan dalam segala bidang kehidupannya. Oleh karena itu,
biasanya mereka menjadi orang-orang yang dipandang asing di tengah
masyarakatnya dikarenakan mereka menghidupkan sunnah yang sebelumnya
belum dikenal atau mereka menyelisihi adat istiadat setempat yang
berseberangan dengan syari’at. Maka Ahlus Sunnah adalah kelompok
terasing.
Para ulama biasa mensifati Ahlus Sunnah dengan keterasingan dan jumlah yang sedikit. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata kepada sahabat-sahabat beliau, “Wahai Ahlus Sunnah, lemah lembutlah kalian semoga Allah Ta’ala
merahmati kalian, karena kalian termasuk orang-orang yang paling
sedikit”. Yunus bin Ubaid rahimahullah berkata, ”Tidak ada satupun yang
lebih asing dari As-Sunnah dan orang yang mengenalnya”. Sufyan
At-Tsauriy rahimahullah berkata, ”Berbuat baiklah kepada Ahlus Sunnah karena mereka adalah orang-orang asing”.
Sunnah yang dimaksudkan di atas bukanlah
sebagaimana pengertian menurut ulama fiqh, yaitu sesuatu yang apabila
dikerjakan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan tidak mendapat
dosa. Namun yang dimaksud para ulama di atas dengan sunnah adalah jalan
hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beragama. Itulah jalan yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para sahabatnya berada di atasnya yaitu jalan yang terbebas dari
segala bentuk syubhat (virus pemikiran) dan syahwat (virus menginginkan
hal-hal yang Allah larang). Jadi tepatlah pengertian Ahlus Sunnah yang
dikatakan Al-Fudhail bin Iyaadh yaitu mereka adalah orang yang mengerti
tentang barang-barang halal apa saja yang masuk ke perutnya. Karena
memakan barang-barang yang halal merupakan perkara sunnah paling penting
yang dipegangi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
Keterasingan Islam Saat Ini
Saudaraku, saat ini telah terlihat bagaimana kebenaran sabda Nabi shalllahu ’alaihi wa sallam
di atas. Kaum muslimin saat ini yang sudah jauh dari agamanya
membolehkan berbagai perkara yang sudah jelas-jelas dilarang oleh Allah
dan Rasul-Nya dan melarang perkara yang Allah dan Rasul-Nya perbolehkan.
Lihatlah contohnya perkara zina yang jelas-jelas dilakukan di depan
umum dan disebarluaskan. Masyarakat malah membiarkan perbuatan ini,
bahkan menyanjungnya pelakunya karena dia telah mengakui kesalahannya.
Sedangkan orang yang melakukan perbuatan yang jelas-jelas halalnya dalam
syari’at ini yaitu poligami malah dihujat, dicela bahkan dituduh
sebagai orang yang memperturutkan hawa nafsunya, wal’iyudzu billah. Inilah keterasingan Islam saat ini.
Wahai Dzat yang membolak-bolakkan hati,
tetapkan hati kami diatas agama-Mu, wahai dzat yang memalingkan hati,
palingkan hati kami pada ketaatan kepada-Mu. [Satria Buana]
SUMBER :
Konsultasi Agama Islam: Hukum Menjual kulit Hewan Qurban - Yufid.TV
Video ceramah tanya jawab agama Islam: Hukum menjual kulit hewan qurban.
Dijawab oleh Ustadz Aris Munandar
DOWNLOAD GRATIS Mp3 Kumpulan Ceramah Pengajian Ustadz Aris Munandar, M.P.I di http://kajian.net
http://kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Aris%20Munandar
Rekaman Pengaruh Harta Haram pada Pribadi dan Masyarakat
Bismillah,
Alhamdulillah kami bisa menghadirkan rekaman kajian islam dengan tema..
Pengaruh Harta Haram pada Pribadi dan Masyarakat
AlUstadz DR. Erwandi Tarmizi,MA
@ Masjid Darul Hikam
Jl.Ir.H Juanda No.285 Dago Bandung
Ahad,28 Oktober 2012
Pukul:09.00-Dzuhur
DOWNLOAD
Alhamdulillah kami bisa menghadirkan rekaman kajian islam dengan tema..
Pengaruh Harta Haram pada Pribadi dan Masyarakat
AlUstadz DR. Erwandi Tarmizi,MA
@ Masjid Darul Hikam
Jl.Ir.H Juanda No.285 Dago Bandung
Ahad,28 Oktober 2012
Pukul:09.00-Dzuhur
DOWNLOAD
Bimbingan Ahkamul Janaiz By Ustad Abdullah Sholeh Al Hadramy
Salah satu kewajiban seorang muslim atas muslim adalah merawat jenazah nya dan mengiringi setelah dia meninggal dunia.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Kewajiban seorang muslim atas muslim yang lain ada enam." Lalu ada yang bertanya, "Apa itu ya Rasulullah." Maka beliau menjawab, "Apabila kamu bertemu dengannya maka ucapkanlah salam kepadanya, apabila dia mengundangmu maka penuhilah undangannya, apabila dia meminta nasehat kepadamu maka berilah nasehat kepadanya, apabila dia bersin lalu memuji Allah maka doakanlah dia -dengan bacaan yarhamukallah-, apabila dia sakit maka jenguklah dia, dan apabila dia meninggal maka iringilah jenazahnya." (HR. Muslim)
Tausiyah Islam: Untukmu...Para Pengguna Internet - Ustadz Abuz Zubair Al-Hawary, Lc. - Yufid.TV
Tausiyah islam yang menyentuh qolbu, dengan tema: Untukmu... Para Pengguna Internet...
Anda pengguna internet? Saksikan video nasihat yang disampaikan oleh Ustadz Abuz Zubair Al-Hawary, Lc. berikut ini, semoga bermanfaat.
YUFID.TV
Sumber: http://yufid.tv/untukmu-para-pengguna-internet/
Senin, 22 Oktober 2012
Keutamaan Shalat Subuh Berjamaah
Keutamaan Shalat Subuh Berjamaah
Abu Hurairah berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:تَفْضُلُ صَلَاةُ الْجَمِيعِ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ وَحْدَهُ بِخَمْسٍ وَعِشْرِينَ جُزْءًا, وَتَجْتَمِعُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ. ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ: فَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ: إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
“Shalat berjama’ah lebih utama dibanding shalatnya salah seorang dari kalian dengan sendirian dengan dua puluh lima bagian. Dan para malaikat malam dan malaikat siang berkumpul pada shalat fajar (subuh).” Abu Hurairah kemudian berkata, “Jika mau silakan baca, “Sesungguhnya bacaan (shalat) fajar disaksikan (oleh para malaikat).” (QS. Al Israa: 78). (HR. Al-Bukhari no. 137 dan Muslim no.632)
Dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ
“Shalat yang dirasakan paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaannya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Sungguh aku berkeinginan untuk menyuruh seseorang sehingga shalat didirikan, kemudian kusuruh seseorang mengimami manusia, lalu aku bersama beberapa orang membawa kayu bakar mendatangi suatu kaum yang tidak menghadiri shalat, lantas aku bakar rumah-rumah mereka.” (HR. Al-Bukhari no. 141 dan Muslim no. 651)
Usman bin Affan berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ
“Barangsiapa yang shalat isya` berjama’ah maka seolah-olah dia telah shalat malam selama separuh malam. Dan barangsiapa yang shalat shubuh berjamaah maka seolah-olah dia telah shalat seluruh malamnya.” (HR. Muslim no. 656)
Jundab bin Abdillah Al-Qasri berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى صَلَاةَ الصُّبْحِ فَهُوَ فِي ذِمَّةِ اللَّهِ فَلَا يَطْلُبَنَّكُمْ اللَّهُ مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَيْءٍ فَإِنَّهُ مَنْ يَطْلُبْهُ مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَيْءٍ يُدْرِكْهُ ثُمَّ يَكُبَّهُ عَلَى وَجْهِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ
“Barangsiapa yang shalat subuh maka dia berada dalam jaminan Allah. Oleh karena itu jangan sampai Allah menuntut sesuatu kepada kalian dari jaminan-Nya. Karena siapa yang Allah menuntutnya dengan sesuatu dari jaminan-Nya, maka Allah pasti akan menemukannya, dan akan menelungkupkannya di atas wajahnya dalam neraka jahannam.” (HR. Muslim no. 163)
Penjelasan ringkas:
Shalat subuh merupakan shalat yang agung lagi disaksikan. Disaksikan oleh para malaikat yang bertugas di malam hari dan yang bertugas di siang hari, karena pada saat shalat subuh itulah mereka bergantian, malakait malam naik ke langit dan malaikat siang turun ke bumi. Barangsiapa yang mengerjakannya secara berjamaah -dengan syarat dia juga mengerjakan shalat isya secara berjamaah- maka sungguh seakan-akan dia telah shalat semalam suntuk. Dan orang yang mengerjakan shalat subuh maka dia berada dalam tanggungan, jaminan, dan penjagaan dari Allah. Dialah yang akan mengambilkan haknya dari orang lain yang telah melanggar haknya dengan kezhaliman.
Semua keutamaan di atas hanya pantas didapatkan oleh seorang mukmin sejati. Karenanya shalat yang paling berat atas orang munafik adalah shalat subuh ini, karena mereka tidak pantas untuk mendapatkan semua keutamaan di atas.
SUMBER :
http://al-atsariyyah.com/
Rahasia huruf "Lam" dan "'Ala" dalam Doa Pernikahan
Pembaca mulia, sebagai seorang muslim, kita tentu sering mendengar
–bahkan sejak kita kecil- bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang paling
jelas dan paling indah sehingga dipilih sebagai bahasa Al-Qur’an,
bahasa umat Islam.
Namun, barangkali kebanyakan di antara kita sering timbul pertanyaan, “Di mana letak keindahan bahasa Arab?” atau “saya membaca terjemahan Al-Qur’an kok biasa-biasa saja, tidak sesuai kaidah bahasa Indonesia lagi atau jika disesuaikan, malah kaku jadinya” atau pertanyaan-pertanyaan semisal.
Pembaca mulia, apakah kita pernah mempelajari bahasa Arab? Jika jawabannya “Belum”, sangat wajar apabila pertanyaan-pertanyaan di atas dapat muncul. Sesungguhnya siapa pun yang tidak menguasai bahasa Arab, tidak akan bisa mengetahui, di mana letak keindahannya.
Nah, untuk mengungkap seluruh keindahan bahasa Arab, tentunya tidak akan cukup dalam satu artikel. Dalam kesempatan ini, penulis akan coba ketengahkan salah satu rahasia bahasa Arab dalam hal preposisi (kata depan) semata. Ya, sebatas preposisi pun mempunyai makna yang dalam.
Alasan ditulisnya artikel ini adalah ketika beberapa waktu yang lalu, penulis mendapat undangan pernikahan dari salah seorang ikhwan. Dalam undangan tersebut, tertera doa walimah
/baarakallahu lak, wa baaraka ‘alaik, wa jama’a bainakuma fii khair/ (Lihat kitab المستدرك على الصحيحين /al-mustadral ‘ala shahihain/, karya محمد بن عبدالله أبو عبدالله الحاكم النيسابوري /Muhammad bin Abdillah Abu ‘Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi/, cet. I Beirut, tahun 1411 H / 1990 M : Darul Kutub Al-Ilmiyyah, tahqiq: Musthafa Abdul Qadir Atha, juz II, hal. 199, hadits nomor: 2745. Kitab ini dicetak bersama kitab تعليقات الذهبي في التلخيص /ta’liqat Adz-Dzahabi fi At-Talkhiis/.)
Doa di atas, sering diterjemahkan: “Semoga Allah memberi berkah padamu, dan semoga Allah memberi berkah atasmu, dan semoga Ia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.”
Sekilas, terjemahan di atas sudah tampak benar. Akan tetapi, terjemahan tersebut belumlah mewakili makna yang terkandung dalam doa walimah tersebut.
Setelah melihat undangan tersebut, penulis menjadi teringat penjelasan Al-Ustadz Al-Fadhil Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif tentang perbedaan preposisi اللام dan على dalam doa walimah secara khusus, dan dalam penggunaan bahasa Arab secara umum. Hal ini beliau sampaikan ketika beliau memberi materi dalam daurah bahasa Arab kelas takhossus Angkatan XI pertengahan tahun 2006 di Ma’had Al-Furqon Gresik. Beliau juga memberikan faidah tambahan setelah menjelaskan makna doa walimah tersebut, yang insya Allah akan penulis tuangkan dalam artikel ini.
Rahasia Preposisi اللام dan على
Pembaca mulia, bila dilihat secara leksikal, memang tidak salah apabila kita menemui kalimat:
Lalu kita terjemahkan,
“Semoga Allah memberi berkah padamu, dan semoga Allah memberi berkah atasmu, dan semoga Ia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”
Pertanyaannya adalah, “Apakah pembaca dapat membedakan makna padamu dan atasmu dalam terjemah doa walimah di atas? Tentu tidak bisa bukan?
Penjelasan
Pembaca mulia, preposisi اللام /laam/ secara harfiyyah artinya memang bisa diterjemahkan ‘pada’. Adapun على /’alaa/ dapat diterjemahkan ‘di atas’. Akan tetapi, jika kedua preposisi tersebut terdapat dalam satu kalimat secara bersamaan, makna preposisi tersebut tidak bisa lagi diterjemahkan secara harfiyyah’ pada’ atau ‘di atas’ lagi. Namun, makna اللام menunjukkan makna yang baik, sedangkan menunjukkan makna yang buruk. Oleh karena itu, jika memerhatikan hal ini, doa walimah di atas jika diterjemahkan akan menjadi panjang, yaitu:
“Semoga Allah memberi berkah padamu di saat rumah tanggamu dalam keadaan harmonis, dan semoga Allah (tetap) memberi berkah padamu di saat rumah tanggamu terjadi kerenggangan (terjadi prahara), dan semoga Dia (Allah) mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.
Nah, bagaimana arti di saat rumah tanggamu dalam keadaan harmonis bisa muncul? Jawabnya adalah karena adanya preposisi اللام yang makna menunjukkan hal-hal yang baik jika disandingkan dengan preposisi على dalam satu kalimat. Konteks kalimat di atas adalah pernikahan, sehingga diketahui secara pasti bahwa hal-hal yang baik dalam pernikahan adalah ketika pasangan hidup dalam keadaan harmonis.
Demikian pula sebaliknya, arti di saat rumah tanggamu terjadi kerenggangan (terjadi prahara) dapat muncul sebagai terjemahan dari preposisi على . Preposisi ini akan menunjukkan makna yang buruk jika disandingkan dengan preposisi اللام dalam satu kalimat. Konteks kalimat di atas adalah penikahan, sehingga diketahui secara pasti bahwa hal-hal yang buruk dalam penikahan adalah ketika pasangan hidup mengalami kerenggangan atau prahara dalam rumah tangganya.
Hal ini membawa pelajaran penting bagi setiap orang yang akan menikah bahwa Nabi sudah mengisyaratkan dalam rumah tangga yang akan dihadapi tidaklah selamanya dalam keadaan yang bahagia dan harmonis. Setelah menikah nanti, seorang istri akan melihat sisi lain dari sang suami, yang tidak ia ketahui sebelum menikah. Demikian pula sebaliknya, sang suami akan melihat banyak hal yang tidak diketahuinya dari si istri setelah ia bergaul dengan istri beberapa hari pasca pernikahan. Pertengkaran sangat mungkin terjadi antara suami dengan istri, yang bisa muncul karena adanya kecemburuan, kesalahan dari salah satu pihak, bahkan karena adanya hal-hal sepele sekalipun. Dalam kondisi prahara ini, Nabi mengisyaratkan bahwa Allah bisa akan tetap memberi berkah pada suami istri tersebut. Bagaimana sikap suami ketika menghadapi kesalahan istri, demikian pula bagaimana istri ketika menghadapi kesalahan suami adalah hal-hal yang telah diajarkan dalam syariat Islam.
Anggapan bahwa rumah tangga selamanya 100% akan harmonis, tanpa ada perselisihan dan pertengkaran adalah anggapan yang keliru. Bagi yang sudah menikah, tentu mengetahui hal ini. Nabi kita yang mulia, memberi sifat bagi wanita bahwa mereka adalah kaca-kaca, sebagaimana dalam sabdanya,
‘Lembutlah kamu kepada kaca-kaca (maksudnya para wanita)’
Dalam kitab Fathul Bari, dijelaskan bahwa wanita disamakan dengan kaca karena begitu cepatnya mereka berubah dari ridho menjadi tidak ridho, dan karena tidak tetapnya mereka (mudah berubah sikap dan pikiran), sebagaimana kaca yang mudah untuk pecah dan tidak menerima kekerasan. (Periksa dalam Fathul Bari X/545)
Oleh karena itu, ulama jenius, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, memberikan nasihat kepada kita tentang wanita,
“…Sebuah kata yang Engkau ucapkan bisa menjadikannya menjauh darimu sejauh bintang di langit, dan dengan sebuah kata yang Engkau ucapkan, bisa menjadikannya dekat di sisimu.” (Periksa dalam kitab Syarhul Mumti’, XII/385.)
Bahkan, Nabi sendiri juga menjelaskan bahwa sangat memungkinkan suami akan mendapati hal-hal yang tidak ia kehendaki pada istrinya, tetapi hal tersebut Nabi larang dijadikan alasan untuk membenci istrinya tersebut, sebagaimana dalam sabda beliau
“Janganlah seorang mukmin benci kepada seorang wanita mukminah (istrinya). Jika ia membenci sebuah sikap (akhlak) istrinya, maka ia akan ridho dengan sikapnya (akhlaknya) yang lain)” (Lihat kitab صحيح مسلم /shahihil muslim/, karya مسلم بن الحجاج أبو الحسين القشيري النيسابوري /Muslim bin Al-Hajjaj Abul Husain Al-Qusyairi An-Naisaburi, cet. Beirut: Daar Ihya’ At-Turats Al-’Arabi, juz. II, hal. 1091, hadits nomor: 1469. Kitab ini dicetak bersama kitab تعليق محمد فؤاد عبد الباقي /Ta’liq Muhammad Fuad Abdul Baqi/.)
Maka, benarlah apa yang pernah disampaikan Al-Ustadz Firanda bahwa, “Suami yang paling sedikit mendapat taufik dari Allah dan yang paling jauh dari kebaikan adalah seorang suami yang melupakan seluruh kebaikan-kebaikan istrinya, atau pura-pura melupakan kebaikan istrinya dan menjadikan kesalahan-kesalahan istrinya selalu di depan matanya. Bahkan terkadang kesalahan istrinya yang sepele dibesar-besarkan, apalagi dibumbui dengan prasangka-prasangka buruk yang akhirnya menjadikannya berkesimpulan bahwa istrinya sama sekali tidak memiliki kebaikan.”
Ustadz Firanda juga menyampaikan bahwa di antara yang dilakukan syaitan kepada suami tatkala marah kepada istrinya ialah dengan berkata, ” Sudahlah ceraikan saja dia, masih banyak wanita yang shalihah, cantik lagi.., ayolah jangan ragu-ragu…” Syaithan juga berkata, “Cobalah renungkan jika Engkau hidup dengan wanita seperti ini.., bisa jadi di kemudian hari ia akan membangkang kepadamu… Atau syaithan berkata, “Tidaklah istrimu itu bersalah kepadamu kecuali karena ia tidak menghormatimu.. atau kurang sayang kepadamu, karena jika ia sayang kepadamu ia tidak akan berbuat demikian.”
—Selesai penjelasan Ustadz Firanda—
Demikianlah, syaithan berusaha memisahkan hubungan antara suami dengan istri. Kesempatan yang tidak disia-siakan syaithan adalah ketika suami melihat satu kesalahan istrinya, maka syaithan akan membisiki sang suami untuk menjauhinya sampai menceraikannya. Namun, ingatlah kembali lafadz بارك عليك ‘Semoga Allah memberi berkah kepadamu ketika kamu ditimpa prahara’ ketika manusia mengucapkannya di saat Anda menikah dulu.
Lalu, bagaimana agar Allah tetap memberi berkah ketika rumah tangga ditimpa prahara dan pertengkaran? Ketika penulis berupaya menyusun risalah untuk menjawab pertanyaan ini, penulis sudah membayangkan berpuluh-puluh halaman untuk menyelesaikannya. Maka, hal tersebut akan penulis sajikan dalam artikel tersendiri. Namun, satu kunci pembuka untuk menjawab pertanyaan di atas adalah sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Ketahuilah bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk, dan jika Engkau ingin meluruskannya, maka Engkau akan mematahkannya. Oleh karenanya, berbasa-basilah! Niscaya Engkau bisa menjalani hidup dengannya.” (Lihat Kitab المستدرك على الصحيحين /al-mustadrak ‘ala shahihain/, karya محمد بن عبد الله أبو عبد الله الحاكم النيسابوري /Muhammad bin Abdillah Abu ‘Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi/, cet. I Beirut, tahun 1411 H / 1990 M : Darul Kutub Al-Ilmiyyah, tahqiq: Musthafa Abdul Qadir Atha, juz 4, hal. 192, hadits nomor: 7334. Kitab ini dicetak bersama kitab تعليقات الذهبي في التلخيص /ta’liqat Adz-Dzahabi fi At-Talkhiis/.)
Maka, benarlah perkataan Adh-Dhohak, “Jika terjadi pertengkaran antara seorang dengan istrinya, janganlah ia bersegera untuk mencerainya. Hendaknya ia bersabar terhadapnya , mungkin Allah akan menampakkan dari istrinya apa yang disukainya.” (Periksa kitab Ad-Dur Al-Mantsur, II/465).
Sumber: http://alashree.wordpress.com
SUMBER :
http://badaronline.com/
Namun, barangkali kebanyakan di antara kita sering timbul pertanyaan, “Di mana letak keindahan bahasa Arab?” atau “saya membaca terjemahan Al-Qur’an kok biasa-biasa saja, tidak sesuai kaidah bahasa Indonesia lagi atau jika disesuaikan, malah kaku jadinya” atau pertanyaan-pertanyaan semisal.
Pembaca mulia, apakah kita pernah mempelajari bahasa Arab? Jika jawabannya “Belum”, sangat wajar apabila pertanyaan-pertanyaan di atas dapat muncul. Sesungguhnya siapa pun yang tidak menguasai bahasa Arab, tidak akan bisa mengetahui, di mana letak keindahannya.
Nah, untuk mengungkap seluruh keindahan bahasa Arab, tentunya tidak akan cukup dalam satu artikel. Dalam kesempatan ini, penulis akan coba ketengahkan salah satu rahasia bahasa Arab dalam hal preposisi (kata depan) semata. Ya, sebatas preposisi pun mempunyai makna yang dalam.
Alasan ditulisnya artikel ini adalah ketika beberapa waktu yang lalu, penulis mendapat undangan pernikahan dari salah seorang ikhwan. Dalam undangan tersebut, tertera doa walimah
/baarakallahu lak, wa baaraka ‘alaik, wa jama’a bainakuma fii khair/ (Lihat kitab المستدرك على الصحيحين /al-mustadral ‘ala shahihain/, karya محمد بن عبدالله أبو عبدالله الحاكم النيسابوري /Muhammad bin Abdillah Abu ‘Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi/, cet. I Beirut, tahun 1411 H / 1990 M : Darul Kutub Al-Ilmiyyah, tahqiq: Musthafa Abdul Qadir Atha, juz II, hal. 199, hadits nomor: 2745. Kitab ini dicetak bersama kitab تعليقات الذهبي في التلخيص /ta’liqat Adz-Dzahabi fi At-Talkhiis/.)
Doa di atas, sering diterjemahkan: “Semoga Allah memberi berkah padamu, dan semoga Allah memberi berkah atasmu, dan semoga Ia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.”
Sekilas, terjemahan di atas sudah tampak benar. Akan tetapi, terjemahan tersebut belumlah mewakili makna yang terkandung dalam doa walimah tersebut.
Setelah melihat undangan tersebut, penulis menjadi teringat penjelasan Al-Ustadz Al-Fadhil Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif tentang perbedaan preposisi اللام dan على dalam doa walimah secara khusus, dan dalam penggunaan bahasa Arab secara umum. Hal ini beliau sampaikan ketika beliau memberi materi dalam daurah bahasa Arab kelas takhossus Angkatan XI pertengahan tahun 2006 di Ma’had Al-Furqon Gresik. Beliau juga memberikan faidah tambahan setelah menjelaskan makna doa walimah tersebut, yang insya Allah akan penulis tuangkan dalam artikel ini.
Rahasia Preposisi اللام dan على
Pembaca mulia, bila dilihat secara leksikal, memang tidak salah apabila kita menemui kalimat:
Lalu kita terjemahkan,
“Semoga Allah memberi berkah padamu, dan semoga Allah memberi berkah atasmu, dan semoga Ia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”
Pertanyaannya adalah, “Apakah pembaca dapat membedakan makna padamu dan atasmu dalam terjemah doa walimah di atas? Tentu tidak bisa bukan?
Penjelasan
Pembaca mulia, preposisi اللام /laam/ secara harfiyyah artinya memang bisa diterjemahkan ‘pada’. Adapun على /’alaa/ dapat diterjemahkan ‘di atas’. Akan tetapi, jika kedua preposisi tersebut terdapat dalam satu kalimat secara bersamaan, makna preposisi tersebut tidak bisa lagi diterjemahkan secara harfiyyah’ pada’ atau ‘di atas’ lagi. Namun, makna اللام menunjukkan makna yang baik, sedangkan menunjukkan makna yang buruk. Oleh karena itu, jika memerhatikan hal ini, doa walimah di atas jika diterjemahkan akan menjadi panjang, yaitu:
“Semoga Allah memberi berkah padamu di saat rumah tanggamu dalam keadaan harmonis, dan semoga Allah (tetap) memberi berkah padamu di saat rumah tanggamu terjadi kerenggangan (terjadi prahara), dan semoga Dia (Allah) mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.
Nah, bagaimana arti di saat rumah tanggamu dalam keadaan harmonis bisa muncul? Jawabnya adalah karena adanya preposisi اللام yang makna menunjukkan hal-hal yang baik jika disandingkan dengan preposisi على dalam satu kalimat. Konteks kalimat di atas adalah pernikahan, sehingga diketahui secara pasti bahwa hal-hal yang baik dalam pernikahan adalah ketika pasangan hidup dalam keadaan harmonis.
Demikian pula sebaliknya, arti di saat rumah tanggamu terjadi kerenggangan (terjadi prahara) dapat muncul sebagai terjemahan dari preposisi على . Preposisi ini akan menunjukkan makna yang buruk jika disandingkan dengan preposisi اللام dalam satu kalimat. Konteks kalimat di atas adalah penikahan, sehingga diketahui secara pasti bahwa hal-hal yang buruk dalam penikahan adalah ketika pasangan hidup mengalami kerenggangan atau prahara dalam rumah tangganya.
Hal ini membawa pelajaran penting bagi setiap orang yang akan menikah bahwa Nabi sudah mengisyaratkan dalam rumah tangga yang akan dihadapi tidaklah selamanya dalam keadaan yang bahagia dan harmonis. Setelah menikah nanti, seorang istri akan melihat sisi lain dari sang suami, yang tidak ia ketahui sebelum menikah. Demikian pula sebaliknya, sang suami akan melihat banyak hal yang tidak diketahuinya dari si istri setelah ia bergaul dengan istri beberapa hari pasca pernikahan. Pertengkaran sangat mungkin terjadi antara suami dengan istri, yang bisa muncul karena adanya kecemburuan, kesalahan dari salah satu pihak, bahkan karena adanya hal-hal sepele sekalipun. Dalam kondisi prahara ini, Nabi mengisyaratkan bahwa Allah bisa akan tetap memberi berkah pada suami istri tersebut. Bagaimana sikap suami ketika menghadapi kesalahan istri, demikian pula bagaimana istri ketika menghadapi kesalahan suami adalah hal-hal yang telah diajarkan dalam syariat Islam.
Anggapan bahwa rumah tangga selamanya 100% akan harmonis, tanpa ada perselisihan dan pertengkaran adalah anggapan yang keliru. Bagi yang sudah menikah, tentu mengetahui hal ini. Nabi kita yang mulia, memberi sifat bagi wanita bahwa mereka adalah kaca-kaca, sebagaimana dalam sabdanya,
‘Lembutlah kamu kepada kaca-kaca (maksudnya para wanita)’
Dalam kitab Fathul Bari, dijelaskan bahwa wanita disamakan dengan kaca karena begitu cepatnya mereka berubah dari ridho menjadi tidak ridho, dan karena tidak tetapnya mereka (mudah berubah sikap dan pikiran), sebagaimana kaca yang mudah untuk pecah dan tidak menerima kekerasan. (Periksa dalam Fathul Bari X/545)
Oleh karena itu, ulama jenius, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, memberikan nasihat kepada kita tentang wanita,
“…Sebuah kata yang Engkau ucapkan bisa menjadikannya menjauh darimu sejauh bintang di langit, dan dengan sebuah kata yang Engkau ucapkan, bisa menjadikannya dekat di sisimu.” (Periksa dalam kitab Syarhul Mumti’, XII/385.)
Bahkan, Nabi sendiri juga menjelaskan bahwa sangat memungkinkan suami akan mendapati hal-hal yang tidak ia kehendaki pada istrinya, tetapi hal tersebut Nabi larang dijadikan alasan untuk membenci istrinya tersebut, sebagaimana dalam sabda beliau
“Janganlah seorang mukmin benci kepada seorang wanita mukminah (istrinya). Jika ia membenci sebuah sikap (akhlak) istrinya, maka ia akan ridho dengan sikapnya (akhlaknya) yang lain)” (Lihat kitab صحيح مسلم /shahihil muslim/, karya مسلم بن الحجاج أبو الحسين القشيري النيسابوري /Muslim bin Al-Hajjaj Abul Husain Al-Qusyairi An-Naisaburi, cet. Beirut: Daar Ihya’ At-Turats Al-’Arabi, juz. II, hal. 1091, hadits nomor: 1469. Kitab ini dicetak bersama kitab تعليق محمد فؤاد عبد الباقي /Ta’liq Muhammad Fuad Abdul Baqi/.)
Maka, benarlah apa yang pernah disampaikan Al-Ustadz Firanda bahwa, “Suami yang paling sedikit mendapat taufik dari Allah dan yang paling jauh dari kebaikan adalah seorang suami yang melupakan seluruh kebaikan-kebaikan istrinya, atau pura-pura melupakan kebaikan istrinya dan menjadikan kesalahan-kesalahan istrinya selalu di depan matanya. Bahkan terkadang kesalahan istrinya yang sepele dibesar-besarkan, apalagi dibumbui dengan prasangka-prasangka buruk yang akhirnya menjadikannya berkesimpulan bahwa istrinya sama sekali tidak memiliki kebaikan.”
Ustadz Firanda juga menyampaikan bahwa di antara yang dilakukan syaitan kepada suami tatkala marah kepada istrinya ialah dengan berkata, ” Sudahlah ceraikan saja dia, masih banyak wanita yang shalihah, cantik lagi.., ayolah jangan ragu-ragu…” Syaithan juga berkata, “Cobalah renungkan jika Engkau hidup dengan wanita seperti ini.., bisa jadi di kemudian hari ia akan membangkang kepadamu… Atau syaithan berkata, “Tidaklah istrimu itu bersalah kepadamu kecuali karena ia tidak menghormatimu.. atau kurang sayang kepadamu, karena jika ia sayang kepadamu ia tidak akan berbuat demikian.”
—Selesai penjelasan Ustadz Firanda—
Demikianlah, syaithan berusaha memisahkan hubungan antara suami dengan istri. Kesempatan yang tidak disia-siakan syaithan adalah ketika suami melihat satu kesalahan istrinya, maka syaithan akan membisiki sang suami untuk menjauhinya sampai menceraikannya. Namun, ingatlah kembali lafadz بارك عليك ‘Semoga Allah memberi berkah kepadamu ketika kamu ditimpa prahara’ ketika manusia mengucapkannya di saat Anda menikah dulu.
Lalu, bagaimana agar Allah tetap memberi berkah ketika rumah tangga ditimpa prahara dan pertengkaran? Ketika penulis berupaya menyusun risalah untuk menjawab pertanyaan ini, penulis sudah membayangkan berpuluh-puluh halaman untuk menyelesaikannya. Maka, hal tersebut akan penulis sajikan dalam artikel tersendiri. Namun, satu kunci pembuka untuk menjawab pertanyaan di atas adalah sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Ketahuilah bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk, dan jika Engkau ingin meluruskannya, maka Engkau akan mematahkannya. Oleh karenanya, berbasa-basilah! Niscaya Engkau bisa menjalani hidup dengannya.” (Lihat Kitab المستدرك على الصحيحين /al-mustadrak ‘ala shahihain/, karya محمد بن عبد الله أبو عبد الله الحاكم النيسابوري /Muhammad bin Abdillah Abu ‘Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi/, cet. I Beirut, tahun 1411 H / 1990 M : Darul Kutub Al-Ilmiyyah, tahqiq: Musthafa Abdul Qadir Atha, juz 4, hal. 192, hadits nomor: 7334. Kitab ini dicetak bersama kitab تعليقات الذهبي في التلخيص /ta’liqat Adz-Dzahabi fi At-Talkhiis/.)
Maka, benarlah perkataan Adh-Dhohak, “Jika terjadi pertengkaran antara seorang dengan istrinya, janganlah ia bersegera untuk mencerainya. Hendaknya ia bersabar terhadapnya , mungkin Allah akan menampakkan dari istrinya apa yang disukainya.” (Periksa kitab Ad-Dur Al-Mantsur, II/465).
Sumber: http://alashree.wordpress.com
SUMBER :
http://badaronline.com/
Pengajian Islam: Sejarah dan Peran Dakwah Sunan Kalijaga - Ustadz Zainal Abidin, Lc. - Yufid.TV
Video Sejarah dan Peran Dakwah Sunan Kalijaga.
Bagaimanakah sejarah dan peran Sunan Kalijaga dalam dakwah menyebarkan Islam di Indonesia.
Pembicara: Ustadz Zainal Abidin, Lc. (Dewan Redaksi Majalah Pengusaha Muslim)
VIdeo rekaman ceramah umum tentang sejarah dan peran dakwah Sunan Kalijaga. Ceramah ini disampaikan oleh Ustadz Zainal Abidin di Masjid Jami' Ibnu Utsaimin, Ponpes Al-Ukhuwah Sukoharjo pada Ahad 14 Oktober 2012.
http://yufid.tv/sejarah-dan-peran-dakwah-sunan-kalijaga/
Ceramah Ustadz Abdul Aziz - Part I
Ustad Abdul Aziz.. Pengakuan dan ceramah Ustadz mantan penganut Hindu
Ceramah Ustadz Abdul Aziz - Part II
Ustad Abdul Aziz.. Pengakuan dan ceramah Ustadz mantan penganut Hindu
Langganan:
Komentar (Atom)